Catatan Haji #8: Tarwiyah, Saatnya Merenung di Padang Mina

Pintu gerbang Maktab 16

18 Agustus 2018 (7 Zuhijjah 1439)

Kami menghela nafas lega. Akhirnya, bus yang akan mengangkut kami ke Mina hadir sekitar seperempat jam sebelum adzan Maghrib. Padahal, kami sudah bersiap sejak bakda Asyar.  Setelah shalat asyar berjamaah, kami langsung berkumpul di lobi Hotel Raudha Al-Aseel, tempat kami menginap selama di Mekkah. Adapun persiapannya, malah sejak bakda dhuhur. Mandi, keramas, berkemas dan mengenakan pakaian ihram, khususnya untuk jamaah lelaki. Mereka mengenakan kain ihram. Sedangkan kaum perempuan menggunakan pakaian biasa yang menutup aurat, rata-rata berwarna putih.

Sabar, sabar dan sabar, memang itu nasihat penting yang diberikan pembimbing haji sejak manasik. Berusaha menerima keadaan tanpa mengeluh. Ikhlas. Banyak zikir. Banyak doa.

Bus yang mengangkut kami, mirip school bus yang ada di gambar buku anak-anak. Warnanya juga kuning. Jadi, saat naik, terbayang wajah si bungsu Fatihan yang sangat menyukai gambar school bus itu. Ah, rasanya jadi kangen sama bocah itu.

Bus penuh sesak, karena masing-masing jamaah membawa tas tenteng berisi perbekalan selama ritual haji sekitar 6 hari. Sebagian besar jamaah merasa tak cukup dengan satu tas tenteng berwarna biru yang dibagi oleh Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH), sehingga masih harus membawa tas-tas lain. Walhasil, bus makin sesak. Sepertinya, ke depan PPIH harus mengubah konsep tas jamaah. Baiknya tas tenteng ini diganti backpack aja, sehingga bisa dipangku dengan nyaman, atau bisa untuk bersandar.

Di dalam bus, kami melakukan ihlal haji dengan lafalz, "Labbaika hajjan!" dan diteruskan dengan bacaan talbiyah yang terus menerus dari jamaah haji. Ya, dengan ber-ihlal haji tersebut, berarti kami sudah dalam keadaan ber-ihram untuk ibadah Haji.

Tujuan kami pertama kali adalah Mina. Lho, kok bukan Arofah? Kami dari jamaah KBIH Aisyiah memang sepakat untuk melakukan Tarwiyah terlebih dahulu sebelum wukuf di Arafah.

Suasana Mina pagi hari tanggal 8 Zulhijjah di Maktab 16

Tarwiyah adalah menginap (mabit) di Mina pada 8 Zulhijah sebelum Wukuf di Arafah. Hukum Tarwiyah adalah sunnah. Tarwiyah berasal dari kata rawwa-yurrawi-tarwiyah. Artinya merenung dan berpikir. Menurut berbagai sumber, pada hari ke-8 bulan Dzulhijah, Nabi Ibrahim bermimpi menerima perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail.

Di Mina, Nabi Ibrahim merenung, berpikir, dan akhirnya memutuskan untuk taat kepada perintah Allah SWT, meskipun sungguh berat rasanya.

Ketika kita coba menapaktilas apa yang terjadi dengan Nabi Ibrahim a.s. ini, tentu tidak secara harfiah/literally kita maknai. Secara kontekstual, kita bisa merenung, sejauh mana pengorbanan dan totalitas yang kita lakukan dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Sudahkah kita taat bulat-bulat, tanpa perasaan ingkar, tanpa penolakan, tanpa pembangkangan? Sudahkah kita menyerahkan seluruh diri kita, harta dan jiwa untuk ALLAH SWT?

Kami berangkat pada 7 Zulhijah, tetapi karena pergantian tanggal pada sistem kalender Qomariyah adalah pada Maghrib, begitu sampai di Mina, penanggalan sudah memasuki 8 Zulhijah. Untuk melaksanakan Tarwiyah, kami menginap dua malam, yakni malam tanggal 8 dan malam tanggal 9. Tanggal 9 pagi, kami harus ke Arafah untuk mengikuti wukuf.

Sebenarnya, PPIH tidak memfasilitasi pelaksanaan Tarwiyah. Alasannya, sangat sulit memobilisasi sekitar 200 ribu jamaah untuk berpindah dari Mekah, Mina, Arafah, Muzdalifah, dan kembali ke Mina lagi. Ya, masuk akal juga sih. Memang kondisi pucak pelaksanaan ibadah haji, terlihat begitu crowded.

Namun, karena maktab dari pemerintah Saudi Arabia memberi fasilitas untuk pelaksanaan Tarwiyah, lewat KBIH, kami pun mendaftar ikut Tarwiyah. Nah, penting nih bagi teman-teman yang mau memilih KBIH. Bisa ditanyakan, apakah mereka mengikuti kegiatan Tarwiyah atau tidak. Kami membayar biaya ke maktab. Biayanya SAR 400, kalau tidak salah itu sudah termasuk paket ziarah ke beberapa tempat.

Sampai di Mina, ternyata sudah malam, wajar sih, trafik cukup padat dan agak macet. Karena suasana gelap, hanya ada penerangan lampu-lampu listrik, jadi kami langsung masuk tenda, tanpa sempat melihat sekeliling.

Ternyata, hampir semua KBIH asal Kloter 39 SOC seperti Mandiri dan Amal Syuhada mengikuti Tarwiyah. Jadi, sampai di Mina, tenda SOC 39 pun penuh. Padahal tenda-tenda kloter lain banyak yang kosong.

Tenda-tenda di Mina

Karena di tenda ternyata harus berdesak-desakan, akhirnya jamaah yang masih "muda-muda" seperti saya dan beberapa jamaah lainnya, memilih tidur di tenda kloter lain yang kosong. Cukup nyaman, alhamdulillah. Saya tidak membayangkan, bagaimana jika penghuni tenda yang kosong itu sudah datang untuk melakukan lempar jumroh di tanggal 10, 11, 12 dan 13 zulhijjah. Pasti sangat penuh.

Tenda di Mina, cukup rapat dan nyaman. Alasnya karpet yang cukup bersih, ada AC, tapi tak ada bantal atau selimut. Bagi "petualang" seperti saya, cukup memadai. Bagi sesepuh, saya merasa agak kurang tega. Terlebih, kami akan tinggal di sini berhari-hari. Setelah Wukuf di Arafah, kami harus kembali ke sini lagi untuk lempar jumroh di hari nahar (10 Zulhijah) dan hari tasyriq.

Tapi, ya inilah perjuangan. Kata pembimbing kami, haji ini jihad kecil. Jihad menghadapi situasi yang berat, MCK yang antre padat, berbagai karakter manusia yang terlewat, dan sebagainya. Jadi, sekali lagi: SABAR, SABAR dan SABAR.

Pada hari Tarwiyah ini, kami menjalani amalan seperti shalat fardhu, banyak dzikir dan juga membaca Al-Quran. Shalat dilakukan pada waktunya, namun diqosor, yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Para pembimbing tak henti-hentinya memberi tausiah, khususnya agar hati benar-benar bersih dan bening, sehingga saat wukuf di Arafah nanti, bisa beribadah dengan khusyuk.

Selain amalan tersebut, sebagaimana pendapat sebagian ulama, pada saat Tarwiyah, sebenarnya yang sebaiknya paling banyak dilakukan adalah merenung dan berpikir, sebagaimana arti Tarwiyah itu sendiri. Menurut sejarah, sebagaimana saya sebut di atas, pada tanggal 8 Zulhijjah, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi untuk menyembelih putranya, Ismail. Nabi Ibrahim sempat merasa ragu dan bimbang, sehingga menyempatkan diri untuk merenungkan mimpi tersebut.

Tarwiyah sebenarnya juga merupakan napak tilas jejak Nabi Muhammad SAW. Zaman Nabi Muhammad, saat Haji beliau dan Sahabat datang ke Mina terlebih dahulu dan melakukan shalat Dzuhur, Asyar, Isya, Maghrib dan Subuh, kemudian pergi ke Arafah.

Suasana di Mina saat Tarwiyah, masih agak lengang. 


Tarwiyah kami jalani dengan nyaman dan tenang. Maktab kami, yakni Maktab 16, berada di ujung Mina (Mina End), memiliki 3 unit MCK, masing-masing ada 20 MCK. Jadi, total ada 60 MCK. Ini hampir 2 kali lipat dari jumlah MCK maktab lainnya, khususnya yang dekat dengan lokasi jamarat.

Karena belum terlalu padat, masih banyak tenda kosong saat Tarwiyah, kondisi masih cukup nyaman. Tetapi, saat jamaah sudah menuju Mina untuk lempar jumroh, kapasitas Maktab akan penuh oleh 3000 jamaah. Saat itulah, kesabaran benar-benar sangat diuji.

Badai di Sore Hari

Ada satu peristiwa yang cukup membuat kami merasa takut, yakni ketika ada badai gurun terjadi pada waktu maghrib. Saat sedang shalat maghrib berjamaah di sebuah tenda yang saat itu masih kosong, karena penghuninya belum datang (tidak ikut tarwiyah), tiba-tiba tenda bergoncang. Angin kencang menerpa tenda, sehingga kain tenda terangkat dan bergetar. Untung tenda-tenda di Mina memiliki kontruksi yang sangat kuat. Rangkanya terbuat dari besi, dan bawahnya diplester dengan semen.

Badai berlangsung cukup lama. Ketika kami keluar untuk menuju tenda masing-masing, suasana di luar sudah centang perenang. Tong sampah, galon air, dan peralatan lainnya bergelimangan. Sampah plastik bertebaran. Angin deras menerpa wajah saya saat keluar hendak berwudhu. Ada air menerpa. Hujan?

MasyaAllah... saya merasakan hujan pertama di tanah suci.

Alhamdulillah, setelah shalat Isya dan doa yang dipimpin Pembimbing Haji, lambat laun badai reda. Ternyata, peristiwa badai itu terdengar hingga tanah air. Banyak kerabat yang bertanya tentang kondisi kami. Mina cukup terkendali, karena tendanya kuat. Namun kabarnya, tenda-tenda di Arafah banyak yang roboh. Bagi yang tidak mengikuti tarwiyah, pada 8 Dzulhijjah memang mulai berdatangan di Arafah dan menginap di sana. Tenda-tenda di Arafah tidak sekuat Mina, sehingga wajar jika banyak yang ambruk terkena badai.

Setelah menginap dua malam, pagi hari tanggal 9 Zulhijjah, kami pun meninggalkan Mina, diangkut bus-bus menuju Arafah.

BERSAMBUNG ke #CatatanHaji9: Syahdunya Wukuf di Arafah

Posting Komentar untuk "Catatan Haji #8: Tarwiyah, Saatnya Merenung di Padang Mina"