Kenangan Bersama Munas, Dari Yogya hingga Munas Daring #1
Kenangan Munas IV Bandung |
Munas ke-5 yang digelar Forum Lingkar Pena akhirnya usai. Di luar ekspektasi saya, meski berlangsung secara daring, keriuhannya ternyata tak berbeda jauh dibandingkan Munas-Munas sebelumnya. Sekitar 200an delegasi dan panitia, aktif menyuarakan ide-idenya. Meski kadang ada kendala teknis, seperti sinyal yang tidak bersahabat, atau peralatan beberapa peserta yang kurang optimal, secara umum, Munas berjalan baik. Bahkan, lebih fokus. Karena sepasang mata ini selalu menatap layar segi empat di laptop masing-masing, dengan earphone yang tertempel di telinga masing-masing. Saat kondisi sinyal sedang bagus-bagusnya, malah terasa sedang nonton film di bioskop, hehe.
Sebenarnya, meskipun daring, panitia Munas berkumpul di satu tempat, yaitu di King Sulaiman, Malang. Coach Fahmi, begitu baik hati meminjamkan King Sulaiman sekaligus peralatan yang ada untuk dipakai panitia Munas V. Karena posisi panitia di Malang, di semua konsideran Munas, kota Malang menjadi ditetapkan sebagai tempat pelaksanaan.
Sejak hari pertama Munas, timeline media sosial saya penuh dengan posting-posting dari teman-teman yang tampak antusias mengikuti Munas dan ingin sedikit “membocorkan” keseruannya kepada dunia maya. Saya membaca posting-posting tersebut, namun jari jemari ini rasanya masih tertahan untuk berkomentar, atau justru ikut membuat posting panjang seperti mereka. Ada haru-biru yang ingin saya bagikan juga saat itu. Tapi… nanti, nanti ya… saya ingin menulis yang panjaaaang. Dan inilah kesempatan itu.
Qodarullah, saya termasuk orang yang beruntung, karena nyaris 100% kegiatan-kegiatan besar FLP, termasuk Munas, saya ikuti. Dari Munas I di Yogya (2005), Munas II di Solo (2009), Munas III di Bali (2014), dan Munas IV (2017) di Bandung. Bahkan, di Munas II, saya adalah ketua pelaksana. Sementara, di Munas IV, saya terpilih sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Forum Lingkar Pena.
Munas I, Yogyakarta
Proposal Munas I, foto saya pinjam dari Pak Khairani, Ketua Harian I BPP FLP 2017-2021 |
Di Munas I, saya berangkat bersama rombongan delegasi Solo menuju Yogya. Membawa bayi Anis (anak pertama saya, nama lengkapnya Syahidah Dzakiyyatunnisa, biasanya dipanggil Anis—Anak Manis, hehe) yang saat itu baru berusia 8 bulan, kalau tidak salah. Suami tidak bisa mengantar, karena saat itu masih sibuk co-ass di profesi kedokteran. Tapi, beliau berjanji akan menjemput, kalau acara sudah selesai.
Taksi KOSTI yang kami naiki dari Solo-Yogya (saat itu tarifnya masih murah, sekitar Rp 100.000 saja kalau tidak salah), merapat ke halaman Gedung Mandalabhakti Wanitatama yang disewa panitia untuk pelaksanaan opening ceremony Munas perdana yang diselenggarakan oleh FLP.
Suasana saat itu sudah sangat meriah. Tampak sosok-sosok senior FLP seperti mbak Izzatul Jannah (S. Intan Savitri), mbak Helvy Tiana Rosa, Mbak Rahmadiyanti, Mas Bachtiar Hs, mbak Asma Nadia, kang Irfan Hidayatullah, mas Sakti Wibowo, mbak Azimah Rahayu dan sebagainya. Delegasi-delegasi dari wilayah-wilayah antara lain: Mbak Muthi Masfuah dkk (Kaltim), Pak Khairani, Ibnu Hs, Kak Cut Januarita, Naqiyyah Syam, Kang Topik Mulyana, Ustadz Hatta Syamsuddin (saat itu FLP Sudan, datang bersama istrinya, Robiah Al Adwiyah aliasVida, pengantin baru tuh hehe), dan sederet nama lainnya. Juga ada punggawa-punggawa FLP Yogya saat itu: Ganjar, Galang, Jazimah al-Muhyi, Nurika Nugraheni, dan masih banyak lagi. Aduh, memori saya terbatas, dan saya menyesal, tidak membuat catatan lengkap tentang Munas pertama.
Oya, saat itu, Ketua Pelaksana Munas I adalah Mbak Rahmadiyanti Rusdi (saat ini anggota Dewan Pertimbangan FLP 2021-2025), sedangkan sekretarisnya Mbak Luciana Monohevita. Dua nama ini adalah salah dua dari sederet nama para senior di awal-awal terbentuknya FLP, tentu saja selain dewan pendiri. Adapun SDM kepanitiaan yang membantu terselenggaranya Munas perdana adalah teman-teman dari FLP Wilayah Yogyakarta.
Setelah opening ceremony (saya juga lupa, siapa saja pengisi-pengisinya saat itu, haha … sepertinya karena saya sibuk momong baby Anis juga), peserta diboyong panitia ke Kaliurang, sebuah daerah wisata pegunungan di lereng Gunung Merapi, sekitar 20-an KM dari kota Yogyakarta. Di situlah, selama 3 hari, Jumat, Sabtu, Ahad, kami sibuk beradu argumentasi di sidang-sidang Munas. Saya tahu, teman-teman yang hadir di sidang ini jago-jago orasi. Beberapa kali, di kegiatan pra Munas, kami memang telah beberapa kali bertemu dan melakukan koordinasi. Tetapi, saya tetap terbengong-bengong melihat di forum, mereka tampak begitu aktif bak para anggota legislatif di ruang sidang. Walhasil sidang pun sangat dinamis. Kami merasa begitu ‘bergairah’ mengikuti sidang, bahkan hingga larut malam.
Untungnya, Baby Anis termasuk anak yang mudah dimomong. Kalau sudah jadwalnya tidur, mau bising seperti apapun, dia bisa tidur pulas. Maka sembari saya gendong, saya pun ikut terlibat dalam sidang, hingga larut malam pula. Tetapi, melihat emak-emak gendong bayi di jam 1 malam di ruang sidang, tampaknya ada yang tidak tega. Seorang peserta, satu kamar dengan saya, namanya Kahaya, dari FLP Bali (hai, Kahaya, bacakah tulisan ini?), mencolek saya. “Mbak, biar Anis bobo di kamar aja ya, saya temani.”
Saya setuju dengan usul Kahaya. Akhirnya saya izin meninggalkan ruang sidang sebentar, untuk memindah bayi Anis di kamar. Alhamdulillah, dia tidak menangis. Tetapi pulas tertidur. Sampai sekitar subuh saya datang ke kamar untuk sholat dan istirahat sejenak, dia masih bobo. Usai shalat subuh, saya peluk bayi Anis. Tak terasa, mata merem dan saya sudah beranjak ke alam mimpi.
Meski Munas sempat diwarnai ketegangan, endingnya membahagiakan. Terpilih Kang Muhammad Irfan Hidayatullah sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena periode 2005-2009.
* * *
Proposal Munas II, ada tanda-tangan saya, hehe (lagi-lagi dokumentasi ini saya pinjam dari Pak Khairani) |
Episode berikutnya adalah Munas II, tahun 2009, berlokasi di Kota Solo. Qodarullah, di Munas II ini, saya terpilih sebagai ketua panitia pelaksana. Saat itu, saya juga menjadi Ketua FLP Wilayah Jawa Tengah. Saya menggandeng FLP Solo, saat itu dikomandani Aries Adenata, sebagai partner kerja. Ada sejumlah panitia yang semangat menggawangi acara, dan saya ingat, panitia intinya selain saya, ada Aries Adenata, Ranu Muda, Eni Widiastuti, Rianna, Iffah, Isna dan sebagainya.
Tema yang diangkat saat itu cukup heroik: Sastra, obat luka-luka bangsa. Seminar pembuka acara juga bertema itu, pembicaranya, salah satunya Prof. Suminto A.Sayuti dari UNY. Tahun 2009 ya, sudah berlalu 12 tahun yang lalu, dan luka-luka bangsa justru semakin menganga. What's wrong? Apa dosis obat kurang kuat, dokternya terlalu sedikit, atau penyebab sakitnya yang terlalu dahsyat? Kita diskusikan kapan-kapan aja ya ....
Di Munas ini, pertama kali Uni Maimon Herawati, salah seorang pendiri FLP, hadir. Beliau baru pulang dari Inggris dan menetap di Jatinangor, Sumedang. Selain beliau, Mbak HTR, Mbak Asma Nadia, Kang Habiburahman el Shirazy dan tokoh-tokoh FLP lainnya juga hadir.
Opening ceremony Munas dilaksanakan di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) yang berlokasi di bagian timur kota Solo, dekat kampus UNS. Atas kebaikan Mas Wijang Warek, salah seorang budayawan yang diamanahi mengelola TBJT, kami bisa memanfaatkan seluruh fasilitas TBJT secara gratis. Sayang, karena penginapan di sana hanya cukup untuk sekitar 100 delegasi, tidak cukup untuk seluruh delegasi yang jumlahnya sekitar 300-an, maka setelah opening ceremony, peserta Munas pindah ke Asrama Haji di Donohodan, Boyolali, sekitar 15-an KM dari kota Solo.
Pada Munas kali ini, anak saya sudah dua. Anis dan Rama. Anis sudah 6 tahun, Rama 4 tahun. Mereka anteng-anteng saja saya tinggal di rumah. Sekali lagi, saya harus bersyukur sesyukur-syukurnya, punya suami yang sangat mendukung kegiatan publik saya. Meski sama-sama sibuk, kami biasa saling bertukar peran. Momong anak-anak, biasa saja buat suami saya, ketika saya sedang banyak kegiatan.
Sebagai ketua pelaksana, saya benar-benar sangat rempong saat itu. Hingga larut malam, masih saja ada delegasi yang "terdampar" di terminal, di stasiun atau Bandara, yang pastinya perlu dijemput segera, khawatir membeku jadi salju (hehe, just kidding). Wajar saja, peserta Munas ini berdatangan dari ujung barat hingga timur Indonesia. Banyak yang bahkan baru sekali ini menjejakkan kaki di kota Solo. Untungnya, tim bergerak sigap, sehingga tak ada cerita peserta terlantar. Mereka adalah tamu-tamu kehormatan yang harus diservis sebaik mungkin.
LPJ Kang Irfan di Munas II, selaku Ketua Umum Terpilih di Munas I |
Munas Solo, seperti biasa, diwarnai dengan aksi heroik para peserta sidang yang kuat tak memejam mata hingga menjelang subuh. Tetapi, berbeda dengan Munas I yang agak “tegang”, Munas I ini kalem banget. Secara mufakat, terpilih Mbak Izzatul Jannah atau Mbak Intan Savitri sebagai ketua umum BPP FLP periode 2009-2014.
* * *
Munas III FLP, tahun 2014, cukup istimewa, karena berlangsung di Bali, tepatnya di daerah Kuta. Bersama Asri Istiqomah, saat itu ketua FLP Solo juga editor di Indiva, kami terbang ke Bali. Saat itu, anak saya sudah 3, Anis (10 tahun), Rama (8 tahun) dan Hanifan (4 tahun). Mereka sudah semakin terbiasa ditinggal-tinggal oleh emaknya ini. Dan suami sudah semakin biasa pula meng-handle anak-anak ketika saya pergi (abundant of love for you, Mas).
Rundown acara Munas III |
Pelaksanaan Munas Bali dibagi di dua tempat. Opening ceremony di Denpasar, yakni di Hotel Santi. Sedangkan sidang-sidang dilaksanakan di daerah Kuta, masih jauh sih dari Pantai Kuta. Lebih dekat ke Bandara Ngurai Rai. Tepatnya di Hotel Green Villas, Jl. Laksmana Gg. Bugis, Seminyak, Kuta, Kabupaten Badung, Bali 80361. Lokasi Munas dekat pantai, yaitu Pantai Jerman. Kurang tahu mengapa dinamakan Pantai Jerman. Pantainya sepi, tak banyak bule di sana, termasuk bule dari Jerman, hehe. Di suatu pagi, hari kedua jika tak salah, kami jalan-jalan ke Pantai Jerman bersama seluruh delegasi Munas. Saat itu, saya asyik ngobrol bareng Dinda Azzura Dayana. Apa yang diobrolin? Rahasia, ah!
Di Munas III ini, terpilih Mbak Sinta Yudisia sebagai Ketua Umum BPP FLP periode 2014-2019. Pemilihannya cukup seru, karena ada beberapa senior FLP yang maju sebagai calon: Kang Abik, Mbak Intan, Mbak Sinta dan Yanuardi Syukur. Tapi, seperti biasa ... selalu ada ending yang indah. Bagi FLP, ajang suksesi bukan ajang mencari jabatan. Tetapi benar-benar ajang untuk memilih, siapa yang paling sanggup memikul beban.
Munas selalu bisa menyatukan hati-hati yang rindu untuk bertemu. Munas menjadi ajang yang dinanti-nanti.
Lalu... Munas IV Bandung... nanti ya kita lanjutkan!
Posting Komentar untuk "Kenangan Bersama Munas, Dari Yogya hingga Munas Daring #1"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!