Widget HTML #1

Kenangan Bersama Munas, Dari Yogya hingga Munas Daring #4

Para kandidat ketua

Sebagaimana saya tuliskan di bagian sebelumnya, dari penjaringan nama-nama calon Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena, terpilih 8 calon: Ganjar Widhiyoga, Rafif Amir, Fitrawan Umar, Hd. Gumilang, Khairani Ukhuwah, Irfan Azizi, Koko Nata Kusuma dan Gegge Mappangewa. Nama-nama ini merupakan usulan resmi dari FLP-FLP Wilayah. Selain nama-nama tersebut, sebenarnya ada nama lain, termasuk saya juga muncul lagi, hehe. Tapi, nama-nama selain 8 itu, gugur, alias tidak memenuhi persyaratan. Saya tidak memenuhi persyaratan karena sudah masuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan.

Boleh sih, tetap nyalon, asal mundur dari DP. Tapi... eh, rasanya saya sudah tidak pantas lagi mengulang jabatan. Sudah 4 tahun di BPP sebagai ketua umum, dan di periode sebelumnya sebagai Sekjen, saya butuh merefresh diri. Lagipula, kalau maju lagi juga belum tentu terpilih, haha. Mungkin mereka sudah jenuh dengan saya.

Meski sudah memperkirakan, saya cukup terpana melihat komposisi calon ketum tersebut. Biasanya, FLP didominasi kaum perempuan, sehingga muncul anekdot bahwa FLP adalah Forum Lingkar Perempuan. Eh kok ini jadi Forum Lingkar Pria? Haha...

Delapan nama itu sudah saya kenal baik. Ganjar Widhiyoga, PhD, adalah sekjen di masa saya. Seorang pakar hubungan internasional. S1 dan S2 dari UGM, S3 di UK. Lulus S3 dengan disertasi tanpa revisi, bahkan sekadar titik dan koma. Perfect! Pengabdian Ganjar untuk FLP tak bisa diragukan lagi. Dulu beliau memimpin FLP Yogya, lalu beranjak ke BPP. Sempat memimpin proyek Inovasi yang merupakan kerjasama FLP dengan Australia, dengan nilai proyek hampir 1 Milyar!

Rafif Amir, alias Lukman Hadi, saya kenal sejak dia masih lajang, masih mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Jember. Anak muda yang sangat progresif, pekerja keras, dan sangat semangat. Rafif bergabung di BPP periode saya baru satu tahun lebih, karena sebelumnya menjadi Ketua FLP Wilayah Jawa Timur. Ketika selesai menjabat, saya langsung menarik Rafif untuk menjadi koordinator Divisi Bisnis. Dan ternyata, harapan saya tidak salah. Divisi Bisnis menjadi salah satu divisi paling progresif di BPP FLP periode saya.

Gegge Mappangewa, alias Daeng Sabir pun bukan orang asing. Kami bekerjasama secara intens bukan hanya di BPP, di mana beliau menjabat sebagai koordinator Divisi Karya di masa saya, tetapi juga di luar itu. Hampir semua karya Daeng diterbitkan di penerbit yang saya kelola, Indiva Media Kreasi. Novel-novelnya keren, berbobot, dengan diksi dan alur yang sangat khas. Prestasi pria asal Makassar di bidang kepenulisan ini sangat mengagumkan. Wara-wiri juara, wara-wiri dapat penghargaan. Uniknya, meskipun dikenal sebagai sastrawan, Daeng ini seorang sarjana teknik.

Ada 4 sarjana teknik yang menjadi kandidat Ketum BPP. Selain Rafif dan Daeng Gegge, ada juga Fitrawan Umar dari Makassar, juga Koko Nata Kusuma. Fitrawan dan Koko juga bukan orang lain. Di masa saya, Fitrawan atau Wawan, adalah staf Divisi Karya. Koko malah Ketua Harian 2, yang mengkoordinasi divisi-divisi eksternal, seperti Rumah Cahaya, Advokasi, Bisnis dan Blogger FLP.

Pak Khairani Ukhuwah, kandidat doktor yang juga direktur SIT Ukhuwah Banjarmasin juga mendampingi saya di BPP sebagai Ketua Harian I yang membidangi divisi-divisi internal seperti kaderisasi, karya dan Jarwil. Pak Khairani dikenal sangat teliti, cermat dan paham sekali dengan AD/ART FLP. Saking mendalamnya memahami AD/ART, kadang kami guyon menyebut beliau sebagai "Al-Hafidz AD ART".

Nah, the last, Hd. Gumilang. Juga merupakan salah satu pengurus BPP periode saya yang sangat aktif. Beliau adalah dosen di sebuah perguruan tinggi di Jawa Barat. Spesialisasinya tentu di pendidikan agama, khususnya sejarah. Beliau masih muda, tapi cukup produktif menulis. 

* * *
Saya yakin, sebenarnya ke-8 kandidat ini memiliki kemampuan memimpin FLP untuk 4 tahun ke depan. Akan tetapi, tak terduga, satu per satu dari mereka justru mengundurkan diri.

"Saya merasa tidak mampu menjadi ketua, dan ada di sini yang lebih mampu." Alasan mereka, ajaibnya, hampir seragam. Bahkan, entah mengapa, saat menyampaikan alasannya, Ganjar yang banyak digadang-gadang menjadi ketua umum, justru menangis terisak-isak dan tak mampu melanjutkan kalimatnya hingga akhir.

Saya tahu perasaannya. Ganjar sangat mencintai FLP. Ingin bersama FLP. "FLP adalah cinta pertama saya, saya bahkan lebih dahulu mengenal FLP daripada istri saya," begitu katanya. Namun, kesibukan sebagai kepala program studi di universitasnya, membuat dia tak mampu lagi fokus di FLP. Selain menjadi Kaprodi Hubungan Internasional di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta, Ganjar juga mengajar di beberapa kampus. Kesibukannya luar biasa. 

Walhasil tersisa dua nama yang akhirnya maju menjadi Ketua Umum, yaitu Hd. Gumilang dan Daeng Gegge.

Tak disangka, saat menyampaikan visi dan misinya, Hd. Gumilang justru mengambil satu cuplikan kisah di Sirah Nabawiyah, di mana Umar bin Khattab memulai ber-ba'iat kepada Abu Bakar As-Shidiq. Hd dengan lugas mengatakan, bahwa dia mendukung Daeng Gegge menjadi ketua umum dan mengundurkan diri sebagai kandidat.

“Saya mengajak teman-teman untuk secara aklamasi memilih Daeng Gegge. Di tangan beliau, saya yakin FLP akan meraih sesuatu yang selama 24 tahun ini belum tercapai,” begitu ucapannya. 

Suasana mendadak sepi. Ratusan peserta yang mengikuti Munas secara daring terdiam. Beberapa terlihat menyeka air mata. Munas yang sangat unik!

Inilah FLP... tak ada ambisi. Yang ada adalah perasaan mawas diri. Tak ada kesombongan. Yang ada adalah ketundukan kepada sosok yang dianggap mampu.

Daeng Gegge, dengan suara gemetar akhirnya mengatakan, bahwa tidak ada alasan baginya untuk mudur. Sebab, FLP butuh pemimpin. Jika semua mundur, siapa yang akan membawa FLP mengarungi samudera literasi? FLP butuh nakhoda!

Takdir menunjuknya sebagai ketua umum.

Begitulah, tak ada voting. Musyawarah Nasional menyepakati ketua baru yang akan memimpin FLP hingga 2024. Sabir Gegge Mappangewa!

Posting Komentar untuk "Kenangan Bersama Munas, Dari Yogya hingga Munas Daring #4"