De Hoop Eiland Sudah Terbit, Kok Kovernya Beda dengan Novel Sebelumnya?




Wah, cover De Hoop Eiland beda!
Ah, sekarang, aku jadi punya bayangan tentang sosok Rangga!
Kok mirip Reza Radian?
Itu foto Mas Ahmad, ya?

Begitu antara lain komentar para pembaca setia Tetralogi De Winst ketika saya mengunggah cover fix dari buku ke-4 Tetralogi De Winst ini di media sosial di awal bulan Januari 2022 kemarin. 

Reza Rahadian tentu tahu, ya? Beliau aktor yang sedang naik daun. Jangan tanya daun sebesar apa yang bisa dinaiki sehingga bisa mengangkat sosok sebesar Reza, yang jelas bukan daun mangga atau daun jambu, haha. Mungkin daun pohon kelapa atau daun sawit. Yang jelas, saat ini siapa sih yang tidak kenal Reza. Hampir semua film yang booming, ada wajah dia. Maka, heran juga ya, sekelas beliau berperan jadi Mas Aris yang selingkuh di Layangan Putus. 

Kok malah bahas Layangan Putus. Saya sama sekali belum pernah baca novelnya, juga nonton serialnya, jadi no comment, ah. Kalau The Kite Runner-nya Khaled Hosseini sih itu buku favorit saya.

Back to cover, topik yang kita bahas di atas ya...

Kalau Mas Ahmad, siapa tuh? Ya suami saya dong, yang nggak kalah keren dibanding Reza, ahaha. Suami sendiri, ya puji sendiri. Kalau bukan istri yang memuji, siapa lagi? Ah, nggak ah, nanti kalau pembaca ikut ngefans suami, saya jadi cemburu dong (just kidding).

Mau mirip Reza, mau mirip Mas Ahmad, sebenarnya saya dan dan tim Indiva saat itu cuma berpikir, seperti apa sih, wajah khas seorang pria Jawa yang penuh kharisma, cerdas, lembut dan romantis macam Raden Mas Rangga Puruhita ini? Lantas, ilustrator kami membuat coretan gambar, dan ternyata itulah hasilnya. Bagaimana? Apakah mirip sosok seorang bangsawan Jawa? Mau setuju atau tidak, up to you, deh.

Nyatanya, etnis Jawa sendiri memang sudah campur aduk. Darah Tiongkok, Melayu, Arab, India, sudah campur aduk. Pernikahan lintas etnik sudah terjadi sejak berabad-abad silam. Seorang Najwa Shihab pun, yang kita tahu berdarah Arab, puteri Dr. Quraish Shihab (marga Shihab merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW) dikabarkan terkejut saat tes DNA. Dilansir dari kompas.com (18/10/2019), Najwa Shihab yang akrab dipanggil sebagai Mbak Nana, punya 10 fragmen DNA dari 10 leluhur yang berbeda. Uniknya, gen Arabnya ternyata hanya 3,4 persen. 

Raja-raja Jawa sendiri, khususnya di masa Islam, juga memiliki darah campur-campur. Raden Patah, raja Demak pertama, dari jalur ibu berdarah Tionghoa. Sementara, ayahnya adalah Raja Brawijaya, raja Majapahit. Sunan Gunungjati, Sultan Cirebon, juga selain keturunan Sri Baduga Maharaja Siliwangi (Raden Pamanah Rasa) dari jalur ibu, juga memiliki darah Arab dari jalur ayahnya.

Jadi, kalau akhirnya wajah rekaan RM Rangga Puruhita semacam itu, harap maklum ya. Mungkin saja, ayah Rangga berasal dari jalur Raja Mataram, ibunya berasal dari Campa, juga punya keturunan Gujarat atau Pakistan. Wkkk.



Meski perkiraan, buku terbit baru sekitar awal Februari 2022, sebagai pemanasan, saya sengaja memperkenalkan buku ini lewat covernya. Saya agak merasa khawatir, jika pembaca lupa dengan kisah Rangga Puruhita, Sekar Prembayun dan Everdine Kareen Spinoza. Soalnya, jarak buku ke-4 dengan buku-buku sebelumnya cukup lama. Buku pertama, De Winst, terbit tahun 2008. Buku kedua, De Liefde, terbit 2010, dan Da Conspiracao, tahun 2012.

Dulu sih, ketiga buku ini mendapat sambutan baik. Hingga sekarang, ketiga buku ini sudah berkali-kali cetak ulang, meski cetakan-cetakan terakhir jumlahnya terbatas. Kalau awal-awalnya sih, sekali cetak bisa ribuan. 

Ternyata, kekhawatiran saya tidak terbukti. Sambutan novel De Hoop Eiland sungguh mengharukan. Sebulan sebelum terbit, deretan penggemar novel tetralogi yang melakukan prapesan cukup menggembirakan. Maka, ketika buku ini akhirnya terbit, saya lumayan disenangkan karena harus menandatangani ratusan buku yang sudah dipesan. Iya, ratusan, bukan ribuan, apalagi puluhan ribu. Saya nggak seterkenal Andrea Hirata, Tere Liye atau Kang Abik, haha. Tapi, bagi saya, respon pembaca yang semacam itu, sudah cukup membuat saya bergembira.

Berbeda dengan ketiga buku sebelumnya, yaitu De Winst, De Liefde dan Da Conspiracao, konsep cover buku keempat ini memang berbeda. Sekali lagi, sebagaimana disebut di atas, saya sengaja menampilkan sosok pria Jawa yang menjadi tokoh utama di tetralogi ini, yakni Raden Mas Rangga Puruhita. Seorang lelaki muda usia awal 30-an, berasal dari kalangan ningrat, dan berhasil meraih titel sarjana dari Universitas Leiden, Belanda. Karena menentang penjajah Belanda, Rangga diasingkan di Flores, lalu dipindah di Boven Digoel. Dalam buku keempat ini, yakni De Hoop Eiland, Rangga dikisahkan mengalami berbagai pengalaman penuh suka duka di Boven Digoel, Papua.

Kalau ingin membaca proses kreatif buku ini, bisa di baca di sini: Proses Kreatif De Hoop Eiland, Novel Terbaru Afifah Afra

Selain konsep gambar, warna cover novel De Hoop Eiland juga dibuat berbeda. De Winst, De Liefde dan Da Conspiracao menggunakan warna-warna gelap, sementara pada De Hoop Eiland, warnanya nuansa putih dan cokelat. Ternyata setelah dijajarkan, kombinasinya jadi terlihat lebih cantik. Coba deh, amati foto di bawah ini. Ini adalah jepretan dari Uni Otrie Rahmayani, salah seorang teman penulis yang bergiat di FLP Sumatera Barat.



Ada satu pertanyaan kritis dari pembaca. Apakah perbedaan cover ini menunjukkan selera Afifah Afra sudah berubah? Jawabnya, bisa iya, bisa tidak. Iya, karena memang nyatanya saya sedikit berubah. Tidak, karena berubahnya juga tidak total banget. Novel-novel saya masih tetap "idealis", tetap mengupas perjuangan hidup anak manusia, memuat pesan-pesan yang saya dapatkan dari sebuah proses merenung, dan mewakili gejolak pemikiran saya yang selalu saja tak pernah mau "diam" atau nerimo begitu saja jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Kalau ada sisi romantisme, ya memang pada dasarnya saya ini romantis, cieee....

Jadi, sebenarnya bukan berubah, tetapi menyesuaikan diri. Ada beberapa kritikan bahwa novel-novel saya endingnya suka "kejam" alias tidak sesuai keinginan pembaca. Dulu, saya merasa no problem. Sekarang, saat saya membaca-baca ulang, ternyata saya ikut sebal juga dengan novel-novel saya. Maka, saya mencoba membuat penyesuaikan dengan ending-ending yang relatif "win-win solution." Tidak mengecewakan banget, tetapi juga bukan ending ala puteri-puteri yang akhirnya menikah dengan pangeran, lalu bahagia selamanya, wkkk....

Penasaran ingin membaca buku ini? Silakan order saja ke SHOPEE, TOKOPEDIA atau langsung ke WA ke ADMIN INDIVA. Mengingat buku ini cukup tebal, dan biaya cetak lumayan tinggi, memang untuk menjaga harga agar tidak terlalu tinggi, alias terjangkau, kami belum menjual via toko-toko buku konvensional. Harap maklum, ya. Toh belanja online pun sekarang sudah menjadi tren para penggemar buku, kan. 

Posting Komentar untuk "De Hoop Eiland Sudah Terbit, Kok Kovernya Beda dengan Novel Sebelumnya?"