Patah Hati Atau Depresi? Menulislah dengan Metode ABCDE Seligman, InsyaAllah Sembuh!



Pernah merasakan patah hati? Tentulah! Ketika seseorang memiliki sebuah harapan, lalu harapan tersebut tidak sesuai kenyataan, maka dia akan patah harapan. Hatinya remuk, berkeping-keping. Frustasi kan sebenarnya merupakan disparitas antara harapan dengan kenyataan. Makin mendekat keinginan dengan keterwujudan, maka akan semakin bahagia seorang manusia. Sementara, semakin jauh, makan hati akan semakin "terbunuh". 

Patah hati memang sakit. Patah hati biasanya muncul saat harapan-harapan kita alih-alih terwujud, malah pecah berkeping-keping karena membentur batu karang. Saat keinginan kita bukan hanya sekadar tak bertepuk sebelah tangan, tapi juga badan kita ambruk terbawa kuatnya tenaga saat kita menepuk.

Ya, sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku... Begitu kata penyanyi dangdut Cita Citata. 

Banyak orang bilang, jangan lama-lama menyimpan sakit hati, segera move on! Tapi nyatanya, untuk bisa move on itu tidak semudah membalikkan tangan. Hati tidak seperti pakaian, begitu basah, dijemur saja langsung kering. Setelah diseterika dan beri pewangi, kusutnya hilang. Tampak seperti baru lagi. Jika hati yang hancur diibaratkan luka fisik, meski luka yang sudah diobati pun, tetap butuh waktu untuk mengeringkannya. Bahkan, saat luka sudah kering pun, kadang nyerinya masih terasa.

Kalau luka fisik, kata dokter, kalau sudah sembuh ya sembuh. Kalau masih berasa sakit, berarti belum sembuh beneran. Kalau luka batin?

Tapi, meski begitu, jangan jadi legitimasi, ah! Patah hati memang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pernyataannya, bagaimana caranya? Salah satu cara untuk mengobati luka hati, adalah menulis. Ya, menulis. Sebab menulis bisa menjadi sebuah proses katarsis. Menulis juga bisa menyembuhkan trauma. 

Sahabat saya, Psikolog sekaligus penulis, Mbak Sinta Yudisia, Psi, M.Psi menyebutkan, bahwa menulis terbukti mampu membuat kita lebih sehat secara emosional. Menurut penelitian yang beliau lakukan, secara klinis, writing therapy ternyata mampu membuat seseorang yang mengalami depresi, mengalami perubahan signifikan ke arah hal-hal yang positif. Sahabat saya yang lain, Mbak Intan Savitri, ilmuwan psikolog dari Mercubuana, juga banyak melakukan riset tentang writing for healing. Boleh deh, disearching nama-nama itu dan di-add akun media sosialnya, biar makin paham, ya Sobat!

Menurut berbagai studi, misal dari Pennebaker & Chung (2007), menulis ternyata merupakan bentuk terapi kejiwaan dengan teknik yang sederhana, murah, dan tidak membutuhkan umpan balik, sehingga sangat efektif untuk digunakan dalam meredakan stres. Pennebaker berhasil menggunakan terapi menulis untuk meredakan stres para mahasiswa baru yang harus tinggal terpisah dengan keluarganya .

Saya juga sering mengalami patah hati. Misal karena apa yang diikhtiarkan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Kecewa? Itu pasti. Namun, menulis terbukti bisa membangkitkan mood dengan cepat. Pernah saya merasakan sedih dan marah yang sangat kuat. Sebagai pelampiasan, saya mengambil buku, meraih pena, dan "membuang semua amarah" saya dalam goresan kata-kata. Luar biasa, setelah itu, saya merasa sangat plong.

Menulis, menurut sastrawan Joni Ariadinata juga bisa menjadi sarana berimajinasi bagi seorang penulis. Misal, suatu ketika seorang penulis dihajar seseorang, dan dia tak mampu melawan karena secara fisik lebih lemah. Nanti, dia bisa membuat cerita dimana dia menjadi seorang pendekar yang bisa menghajar si bandit tersebut. Karena itu, beberapa teman penulis sering guyon begini, “Jangan pernah menyakiti penulis, nanti kau akan dijadikan peran antagonis.”

Kamu sedang putus cinta, patah hati, atau depresi? Ambil kertas dan pena, atau laptop, menulislah segera! 

Apa yang Ditulis?

Saya menganjurkan sebuah konseling yang bernama ABCDE Seligman. Penemu metode ini adalah seorang tokoh Psikologi Positif, Dr. Martin Seligman, psikologi Amerika yang pada tahun 1998 terpilih sebagai President of the American Psychological Association. Tahun 2000, Seligman bersama rekan-rekannya, di antaranya Dr. Mihaly Csikszentmihalyi, mendeklarasikan Psikologi Positif yang merupakan pengembangan dari Psikologi Humanistik dari Abraham Maslow, Carl Rogers dan Erich Fromm. Ketiga orang ini dikenal sebagai trio psikolog humanistik yang banyak memberi dasar pada aliran Psikologi Humanistik yang mereka sebut sebagai "aliran ketiga."

The ABCDE Seligmen counseling meliputi 5 langkah, yaitu Adversity, Belief, Consequences, Dispute, and Energization. Penjelasannya kurang lebih begini.

Adversity (kesulitan): tuliskan kesulitan yang sedang kita rasakan. Tumpahkan semuanya di dalam buku catatan atau laptop kita. Tak perlu ragu atau takut. Jika perlu, rahasiakan tulisan itu. Beri password khusus, atau jika menulisnya di kertas, simpan rapat-rapat.

Belief (keyakinan): dari kesulitan atau permasalahan yang sedang kita rasakan, coba dituliskan, apa keyakinan yang menyertainya. Misal, kamu diputus pacar. Kamu merasa: "Aku tak berguna, aku tak bersemangat hidup, aku merasakan ini adalah kebodohan terbesar yang pernah aku lakukan, aku ingin mati saja."

Consequences (konsekuensi): dari poin A dan B di atas, apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul. Misal: banyak pekerjaan terbengkalai karena aku sibuk memikirkannya, teman-temanku tak pernah lagi kusapa karena aku sibuk memikirkan kehancuran hidupnya, kuliahku berantakan."

Dispute (memperselisihkan dalam rangka mencari solusi): renungkan dengan mendalam poin A, B dan C. Lalu coba buatlah kalimat-kalimat yang berbeda 180 derajat. "Aku tidak mungkin akan terus begini, aku telah menzalimi teman-temanku yang sangat baik padaku, aku harus mengejar ketertinggalanku."

Energization (energisasi): berikan energi pada hasil poin D. Kerahkan seluruh kekuatan yang kita miliki untuk BANGKIT. Kuatkan niatmu, misal dengan afirmasi. "Aku harus bangkit, aku harus bangkit, aku harus bangkit!", atau "Aku harus move on, aku harus move on"! Ulangi terus kalimat tersebut. Buatlah tulisan dengan huruf tegas dan warna kuat, lalu tempelkan di dinding. 

Karena sudah berupa eksekusi, energisasi tentu tidak hanya dalam wujud tulisan, tetapi juga bisa tindakan. 

Energisasi juga bisa dilakukan dengan memutuskan membuang semua hal yang berkaitan dengan si mantan, misal semua foto, benda-benda yang mengingatkan padanya, dan sebagainya. Kalau perlu, remove dan blokir kontaknya? Eh, kok kekanak-kanakan? Sebagai upaya energisasi, menurut saya no problem ya, nanti kalau luka hati sudah sembuh, kita bisa menyambung silaturahim kembali. Tapi kalau dia masih menjadi trigger dari depresi kita, ya why not?

Menyibukkan diri dengan banyak hal yang positif juga bisa menjadi bentuk energisasi. Sebab, jika ruang hati kita terpenuhi oleh hal-hal yang membuat kita sibuk, dan teralihkan dari pemikiran yang buruk.

Jangan lupa berdoa dan terus berdoa! Ini energisasi yang paling keren, Sobat!

Beberapa referensi:

Pennebaker, J. W., & Chung, C.K. (2007). Expressive writing, emotional upheavals, and health. In H. Friedman and R. Silver (Ed.), Handbook of Health Psychology (h. 263 – 284). New York: Oxford University Press.

Cherry, Kendra. 2021. Using Learned Optimism in Your Life. https://www.verywellmind.com/learned-optimism-4174101

2 komentar untuk "Patah Hati Atau Depresi? Menulislah dengan Metode ABCDE Seligman, InsyaAllah Sembuh!"

Comment Author Avatar
wah.. terimakasih mbak, tulisannya mengisnpirasi yang sedang patah hati
Comment Author Avatar
Semoga bisa segera move on :-)

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!