Widget HTML #1

Positive Leadership

Gambar: www.cmu.edu
Pada suatu hari, seorang sahabat dengan penuh semangat menceritakan kisah petahana kepala daerah sebuah kota yang banyak dipuji sebagai sosok dengan daya dobrak tinggi, alias memiliki leadership yang super. Indikatornya, sang petahana memiliki mental buldoser, mampu menggerakkan birokrasi yang semula malas, ogah-ogahan bekerja, tambun dan tidak lincah, menjadi giat bekerja dan produktif. 

Berita tentang kiprah sang petahana banyak dimuat di media, sehingga saya bisa melakukan crosscheck dengan mudah. Faktanya, sang petahana menggerakkan anak buahnya dengan model negative leadership. Contohnya dengan marah-marah, memaki-maki, pecat sana pecat sini, mutasi sana mutasi sini, berkata kotor dan galak. Saya pun kemudian mengutarakan keheranan saya.

"Kayak gitu kamu bilangin sebagai leader dengan daya dobrak tinggi?"

“Justru itulah,” sahabat saya bersikeras, “kota tempat dia memimpin, membutuhkan sosok dengan cemeti yang terus dilecut-lecutkan sehingga yang tadinya pemalas jadi lebih bergairah.”

Mungkin sahabat saya tersebut benar. Tetapi, ada dua pertanyaan yang ingin saya cari jawabannya. 

Pertama, betulkah birokrasi di kota tersebut dipenuhi orang malas? 
Kedua, betulkah tak ada cara membangkitkan motivasi bekerja selain marah-marah dan melakukan berbagai macam intimidasi? Tidakkah motivasi tipe itu hanya akan melahirkan anak buah yang melakukan pekerjaan karena keterpaksaan belaka?

Ada tiga metode membangkitkan motivasi anak buah. Yang pertama, metode punnishment, yakni memberikan ancaman. Misalnya, terlambat kerja, gaji dipotong; melakukan pelanggaran, turun pangkat; dan sebagainya. Itulah yang dilakukan oleh sang petahana di atas. Mirip kusir yang karena ingin kudanya berlari kencang, maka yang kemudian dia lakukan adalah menggerakkan cemeti. Cetar... cetaaaar! Karena takut menanggung sakit, si kuda pun lari. 

Kedua, metode reward. Yakni, memberikan penghargaan bagi yang berprestasi. Cara ini mungkin efektif, tetapi jika diteruskan, akan melahirkan anak buah yang “matre” dan selalu menghitung-hitung reward yang bakal diterimanya. Pernah, kan, lihat kucing yang hanya mau mendekati kita jika kita iming-imingi sepotong tulang?

Ketiga, metode membangkitkan passionate, interest dan value anak buah terhadap apa yang hendak dikerjakan. Inilah yang saya sebut sebagai possitive leadership. Diawali dengan penyamaan visi, penguatan misi, dan menumbuhkan rasa cinta serta tanggungjawab terhadap pekerjaannya. Metode ketiga ini akan sangat dahsyat jika dilakukan, namun tentu tidak mudah, sebab membutuhkan leadership skills yang sangat tinggi. 

Kadang ada yang berkilah, tidak semua orang cocok dengan metode ketiga. Ada manusia bertipe X (menganggap kerja adalah beban) yang perlu dilecut dengan ancaman, atau digerakkan dengan reward. 

Tak semua manusia bertipe Y, alias bertanggungjawab dengan apa yang dilakukannya. Orang yang sudah mengerti apa yang harus dilakukan tanpa perlu kita berkoar-koar panjang. 


Menurut saya, sehebat-hebat tipe Y, dia akan ngelokro dan cenderung kerja seenaknya sendiri jika tidak diberi motivasi dan sentuhan leadership dari sang pemimpin. Demikian juga, seburuk-buruk tipe X, dia akan bangkit menjadi sosok yang mumpuni, jika potensi kemanusiaannya diasah dan senantiasa diberikan dorongan.

Ya, dengan edukasi yang benar, semua manusia akan cenderung untuk bergerak menjadi lebih baik. Tugas seorang pemimpin adalah bagaimana membuat anak-anak buahnya memahami siapa dirinya, apa tanggungjawabnya, dan apa yang hendak dia tuju, tentu dengan kapasitasnya masing-masing. Selagi yang dipimpin adalah seorang manusia, dia akan mampu bergerak sebagaimana seorang manusia. 

Ya, tugas pemimpin bukanlah sekadar menyuruh, tetapi mempelajari, membangkitkan dan mengarahkan potensi. Jadilah possitive leader dengan possitive Leadership

4 komentar untuk "Positive Leadership"

Comment Author Avatar
Setuju sama tulisan ini, kalau anak buah bekerja karena intimidasi pasti tidak bagus untuk psikologinya. Bisa jadi ada satu titik dimana mereka akan melawan.
Comment Author Avatar
Terimakasih mbak Kaktus Jenius
Comment Author Avatar
jakarta bukan ?
tapi maaf ... kadang emang perlu model seperti itu ... melihat dari sisi status pegawai pns atau swasta ...
Comment Author Avatar
Tergantung tipe anak buahnya juga, memang kadang juga butuh yang demikian, tetapi tentu itu bukan hal yang ideal. Pelan-pelan harus diedukasi juga

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!