Menghadapi Virus Corona, Cukupkah Dengan Imunitas?

Foto: news-medical.net
Ada hal yang agak bikin sebel beberapa waktu terakhir ini. Sejumlah orang terkesan menggampangkan persebaran SARS-NCoV-2 dengan berdalih pada: yang penting imunitas kita kuat. Parahnya, pernyataan tersebut didukung oleh orang-orang yang secara pengaruh kuat. Ada pejabat yang bilang "corona bisa sembuh sendiri", ada yang komentar, "saya tiap hari minum air jahe merah", bahkan juga "saya kebal corona karena suka makan nasi kucing."

Ah, jangan diambil hati, itu kan cuma bercanda! Mungkin begitu pendapat sebagian dari kita. Mau bercanda atau tidak, konsep tersebut menurut saya salah. Dan kalaupun maksudnya hanya bercanda, sebagai orang-orang yang menjadi panutan, nggak layak bangetlah, bercanda dalam kondisi genting seperti saat ini.

Memang benar, sistem imun itu sangat penting dalam menjaga kesehatan. Ketika ada kuman berbahaya (patogen) masuk ke dalam tubuh, baik melalui mulut, hidung, luka atau bagian tubuh yang terbuka lainnya, maka makrofag dan neutrofil pada sel darah putih akan mencoba melawan patogen tersebut. 

Jika ternyata kumannya bandel, dan magrofag plus neutrofil belum bisa menghadapi, tubuh akan memproduksi antibodi untu melumpuhkan musuh. Uniknya, jika sistem imun berhasil memenangkan "peperangan" melawan kuman, ciri-ciri kuman akan terekam dalam tubuh, sehingga tubuh akan menjadi lebih kebal jika ada serangan sejenis. Lebih kebal ini bukan berarti tak bisa sakit, tetapi jika ada serangan lagi, sistem imun akan bekerja lebih efektif dari sebelumnya.

Luar biasa, ya, sistem imun pada tubuh kita? Akan tetapi, imunitas saja tidak cukup buat seseorang. Sebutlah ada orang kebal senjata tajam (eh, benar ada nggak, sih?). Satu dua pedang membacok, mungkin dia akan kebal. Tapi kalau ada seribu pedang menyerang? Ya mungkin nggak luka tubuhnya, tapi bonyok.

Atau, misal ada orang yang sangat kuat menjaga diri. Imannya 24 karat. Tapi kalau tiap hari dia digoda cewek genit berbaju seksi, dan ada ratusan yang menggoda, lama-lama pasti goyang juga, kan?

Dalam postingan saya sebelumnya "Serba-Serbi Virus Corona: Catatan Seorang Emak", saya sudah membahas teori Segitiga Epidemologi. Boleh, kan, kalau kita bahas lagi dalam posting kali ini? Boleh, dong... soalnya memang itu yang akan kita bahas dengan lebih mendetail.

Oke, Sobat! Ada 3 determinan alias faktor-faktor yang membuat seseorang bisa terserang penyakit atau tetap sehat. Apa saja tiga hal tersebut? Lihat gambar di bawah ini, ya Gaes!

Gambar: researchgate.net
Tiga determinan itu adalah Host, Agent dan Environment. Yuk, kita bahas lebih lanjut!

HOST

Kalau terjemahan harfiah, host itu tuan rumah. Dalam konteks ini, host berarti organisme hidup, atau tubuh kita. Perlu kita ketahui, bahwa hanya bagian dari host itu sendiri. Selain itu, kekuatan host dalam menghadapi penyakit juga disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti keturunan, usia, jenis kelamin, ras, kondisi sosial ekonomi, dan sebagainya.

Faktor seks atau jenis kelamin misalnya. Virus SARS NCoV-2, menurut riset, lebih rentan menimpa kaum pria daripada wanita. Dilansir dari Antara (4/2/2020), ahli pulmonologi RSUI, Dr. Raden Rara Diah Handayani menyebutkan bahwa 71% penderita Covid-19 adalah laki-laki. Usia juga berpengaruh, orang yang usianya lebih lanjut, biasanya lebih mudah sakit dibanding yang lebih muda. Ras tertentu lebih kebal penyakit tertentu dibandingkan ras lain. Demikian juga, gen penyakit tertentu, seperti hemofili, thalasemia dan sebagainya, bisa diturunkan kepada anak-cucunya.

Seperti yang kita sebut di atas, imunitas sangat penting, karena itu merupakan sistem pertahanan diri, namun imunitas bukan faktor tunggal yang berperan dalam kesehatan seseorang, ya Gaes. Apalagi, imunitas sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Zaman sekarang, banyak orang memiliki gaya hidup yang nggak sehat. Misal gaya hidup malas gerak (mager) atau sedentary lifestyle. Dikit-dikit pakai lift, keluar cuma beberapa ratus meter, naik motor. Setelah berlebih kalori sehingga tubuh melar, solusinya bukan olahraga untuk membakar kalori, tetapi mengurangi makanan. Ini menurut saya keliru, ya, Gaes. Karena mengurangi makanan, bisa membuat imunitas kita drop.

AGENT

Determinan kedua, tak kalah penting, adalah AGENT. Agen merupakan biang kerok dari penyakit itu. Tetapi, jangan salah, agen bukan saja kuman patogen. Agen bisa berupa benda hidup atau benda mati, bahkan juga faktor mekanis. Ada beberapa jenis agen yang biasa menyebabkan penyakit:
  • Agen biologis, contohnya virus, bakteri, fungi, protozoa dll. SARS NCoV-2 ini termasuk dalam kategori agen biologis. Proses masuknya agen biologis ke dalam tubuh disebut dengan infeksi.
  • Agen nutrisi contohnya lemak, protein, karbohidrat, dll. Jadi, nggak cuma virus, nutrisi berlebih juga bisa bikin penyakit. Misal, berlebih lemak, khususnya lemak jenuh, akan membuat saluran pembuluh darah tersumbat, yang memicu berbagai penyakit macam jantung koroner atau stroke.
  • Agen fisik, contohnya panas, radiasi, tekanan, kelembaban, dll. Misalnya, sebagaimana dilansir dari alodokter.com (19/6/2018), kelamaan pakai HP bisa menyebabkan radiasi lho, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan, seperti gangguan pertumbuhan otak pada anak.
  • Agen kimiawi, contohnya zat-zat kimia, allergen, asam, dll. Kalau kamu suka merokok, misalnya, sejumlah zat kimia beracun akan membuat kamu mengalami banyak masalah kesehatan, lho. Racun dalam rokok nggak cuma nikotin, lho. Ada Karbon monoksida, tar, hidrogen sianida, benzena, formaldehida, arsenik, kadmium dan sebagainya.
  • Agen mekanis, contohnya benturan, pukulan, gesekan dll. Ini juga masalah yang nggak boleh dianggap sepele. Bulan Januari 2020 kemarin, saya jatuh tersandung dan kaki terbentur kayu. Eh, setelah di-rontgen, ternyata 3 tulang dekat jari kaki kanan mengalami patah.
Ada hal yang sangat menarik untuk dicermati, sekaligus membuat kita waspada. Agen-agen biologis, ternyata bisa melakukan adaptasi juga. Saya pernah amati kasus nyamuk yang mati karena raket nyamuk bersetrum rendah. Awalnya, karena merasa kesulitan mengusir nyamuk, akhirnya saya membeli raket nyamuk. Tadinya efektif banget, karena nyamuk langsung mati. Eh, lama-lama saya melihat, ukuran tubuh nyamuk pelan-pelan berubah menjadi kecil dan ramping, terbangnya juga lebih gesit, sehingga raket nyamuk pun menjadi kurang efektif.

Mungkin, nyamuk yang tidak mati (hanya pingsan atau lumpuh), akan menurunkan "kode genetik" kepada keturunanya sehingga keturunannya menjadi lebih adaptif. Dulu saya asisten dosen untuk praktikum genetika di kampus, tapi teorinya agak lupa-lupa ingat, hehe.

Nah, saat ini pun, tampaknya terjadi perubahan adaptif pada si SARS N-CoV-2 ini. Sebenarnya Virus Corona ini akan mati dalam suhu di atas 30 derajat. Ini mungkin yang membuat sejumlah kalangan merasa bahwa Indonesia bakal aman-aman saja, karena Indonesia kan negara tropis. Tetapi, nyatanya Indonesia tak luput dari kasus Corona. Kemungkinan besar, SARS NCoV-2 ini sudah melakukan "ma'rifatul maidan" atau semacam orientasi ruang, mempelajari kondisi, dan beradaptasi.

ENVIRONMENT

Jangan abaikan faktor lingkungan. Sebab, lingkungan juga merupakan determinan penyakit yang sangat kuat. Lingkungan ini bisa berupa iklim/cuaca, polusi, kepadatan penduduk, sanitasi, kondisi biologis berupa tanah, flora, fauna dan sebagainya; juga interaksi manusia dengan lingkungannya. Saat-saat musim pancaroba, atau pergantian musim, biasanya banyak orang terserang penyakit. Demikian juga, pada lingkungan yang padat penduduk, kemungkinan terjadinya penularan penyakit tentu lebih tinggi.

Menyedihkan sekali, jika ada yang mengatakan, "isolasi ini mengerikan bagiku, karena kondisi kantor jauh lebih steril dan bersih daripada rumahku."

Ya, orang-orang dari kalangan menengah ke atas, mungkin akan enjoy saja jika harus stay at home. Tetapi, bagaimana yang rumahnya hanya sepetak, dengan sanitasi buruk, berdesak-desakan, panas, sumpek... aduh, duh!

Nah, Gaes, jadi ketiga hal ini saling kait satu sama lain. Ketika masing-masing determinan juga punya sub determinan, maka masalahnya jadi lebih kompleks. Italia, konon negara yang sangat bersih, dengan sanitasi yang sangat bagus. Nggak pernah dengar, bahwa orang Italia hidup jorok. Tetapi nyatanya, Italia menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 terbesar di dunia setelah China. Sebabnya, konon karena Italia terlambat melakukan proses lockdown atau isolasi. Italia terus saja membiarkan orang asing datang ke sana dan membawa virus berbahaya itu dalam tubuhnya.

Kurang kuat apa para pemain bola itu? Mereka sangat rajin berlatih, olahraga, dan mereka memiliki pola makan yang bagus, sehingga imunitasnya pasti kuat. Tapi nyatanya, beberapa pemain bola profesional di klub Sampdoria, Fiorentina dan beberapa klub lain, dideteksi terkena Covid-19.

Karena itu, sekadar memperkuat imunitas saja tentu tidak cukup. Imunitas harus terus dikuatkan, tetapi kita perlu juga menjauh dari agen, dan juga menyadarkan lingkungan tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekologis. Konsep lockdown atau isolasi adalah cara agar agen (virus) tidak menyebar. Ini konsep yang terbukti sangat efektif. Kebijakan menutup Masjidil Haram dan melarang umroh adalah kebijakan sangat tepat, karena di tempat suci ini, jutaan manusia berkumpul setiap tahunnya.

Saat ini, beberapa daerah di Indonesia menggunakan semi lockdown, dengan meliburkan anak sekolah 14 hari. Mengapa 14 hari? Karena masa inkubasi virus corona adalah 14 hari. Sayangnya, justru banyak yang menggunakan kesempatan ini untuk liburan.

Yaaah, beginilah Indonesia!


5 komentar untuk "Menghadapi Virus Corona, Cukupkah Dengan Imunitas?"

Comment Author Avatar
Semangat Indonesia! Kita harus bersatu melawan Corona. Termasuk memperkuat imun masing2 agar terbentuk kekebalan bersama.
Comment Author Avatar
Ada beberapa yg tetap kerja juga. Smg sehat selalu..
Kl lock down total gmn y jadinya
Comment Author Avatar
Itu kalimat terakhir bikin nyesek. Sayangny tetanggaku masih sj ada yg gak talut sama corona. Mati aja gak takut katanya. Trus masih Katanya juga corono ini terlalu dibesar-besarkan. Ckckckck
Comment Author Avatar
Ternyata agen penyakit itu sangat banyak ya Mbak, semoga pandemi Corona ini bisa segera berakhir.
Comment Author Avatar
duh miris sebenarnya ya mb, gak tau mau bilang apa, ini udah hampir 3 minggu gak keluar rumah, dapat info begini semakin menguatkan untuk dirumah aja dulu huhu

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!