Widget HTML #1

10 Novel Afifah Afra yang Cocok Untuk Skripsi dan Tesis



Sejak saya mulai menulis novel, sekitar 2 dekade silam, sudah puluhan novel saya terbit, baik terbit dalam bentuk buku fisik (cetak), maupun dalam format digital. Satu hal yang membuat saya sangat terharu, ternyata novel-novel saya tersebut cukup diminati kalangan akademis untuk dibahas dalam bentuk karya ilmiah, bahkan juga menjadi bahan skripsi, tesis, bahkan disertasi. Puluhan mahasiswa baik level sarjana maupun pascasarjana, baik dari jurusan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Indonesia, maupun jurusan-jurusan lain yang relevan, telah mengontak saya, melakukan wawancara untuk menggali sisi kepenulisan dan proses kreatif saya dalam menulis novel-novel tersebut. 

Namun, ada juga yang membuat kritik terhadap karya saya tersebut tanpa menghubungi saya. Awalnya, saya merasa heran sekaligus terkejut, ketika membuka Google Scholar, ternyata menemukan banyak artikel ilmiah yang membahasa novel-novel saya, namun penelitinya tak pernah menghubungi saya. Setelah saya tanyakan kepada sahabat saya, Rianna Wati, yang merupakan dosen di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ternyata memang penulisan kritik sastra tak harus dengan konfirmasi penulisnya.

Saya tentu setuju sekali. Setelah sebuah karya terbit, maka karya tersebut telah menjadi milik publik, dan siapapun boleh berkomentar, baik positif maupun negatif. Nyatanya, saya justru mendapatkan banyak manfaat. Ketika saya membaca tulisan-tulisan publikasi ilmiah tersebut, saya bisa melihat lubang-lubang atau kelemahan-kelemahan dalam tulisan saya, yang perlu saya perhatikan saat membuat karya yang lain. Wahai para penulis, jangan pernah takut dikritik, ya? Karena kritik justru akan membuat kita semakin berkembang menjadi baik.

Berikut ini adalah 10 novel saya yang telah dijadikan sebagai bahan penelitian. Jika Sobar berminat untuk meneliti novel-novel ini, jangan ragu untuk mengontak saya, ya.

Nun, Pada Sebuah Cermin



Novel ini berkisah tentang seorang gadis remaja bernama Nun yang berprofesi sebagai pemain ketoprak. Hidup di lingkungan kumuh, besar di sebuah rumah petak sempit yang berjejal-jejalan, tak membuat Nun patah semangat untuk terus mengejar impiannya. Berbagai cobaan hidup dia hadapi dengan sepenuh ketegaran, meski akhirnya dia nyaris sempoyongan saat percintaannnya dengan Naya, seorang wartawan, terancam kandas.

Mungkin Nun memang diciptakan sebagai sebatang "pena" yang ditakdirkan menuliskan kehidupan. Kehidupan dirinya yang pahit. Di rumah petak sempit di pemukiman liar bantaran sungai, Nun mulai menuliskan makna sebuah perjuangan. Dia yatim sejak kecil. Ketika lulus SMP dg nilai ujian cemerlang, Nun harus menerima kenyataan bahwa ibunya yang menjadi pemulung tak sanggup membiayai sekolahnya, bahkan menuntut Nun untuk membantu membiayai hidup mereka bersama kedua adiknya. Nun akhirnya mengais nafkah sebagai pemain ketoprak di sebuah grup ketoprak berusia 80 tahun yang sudah nyaris gulung tikar. Grup Ketoprak Chandra Poernama, namanya. Grup itu pernah berjaya dan meraih masa keemasan, namun perubahan kultur masyarakat yang lebih menyukai hiburan semacam sinetron, telah membuat ketoprak tak lagi menjadi tayangan yang dinantikan. Walhasil, grup itu pun nyaris mati suri. Hanya sisa-sisa penggemar, yakni orang-orang tua yang kian ringkih, yang masih menyempatkan untuk menikmati hiburan yang sebenarnya berkelas itu.

Info detil novel ini baca di sini: NUN: Pada Sebuah Cermin, Behind The Scene.

Kesturi dan Kepodang Kuning


Novel ini saya tulis sekitar 10 tahun silam, dan diterbitkan oleh Elex Novel, salah satu kelompok dari penerbit Gramedia. Kesturi, adalah bayi cantik yang dilahirkan oleh seorang perempuan dusun bernama Sriyani, sosok yang saya posisikan sebagai pemeran utama novel ini. Sriyani, hanya seorang perempuan dusun yang miskin. Dalam keadaan porak-poranda, Sriyani mulai menata kehidupannya. Kedamaian mendekat, saat di gubuk tengah hutan itu, ternyata Sriyani dan bayinya, Kesturi, ternyata justru mendapatkan sahabat-sahabat yang tulus, yakni sekeluarga kepodang berwarna kuning. Persahabatan manusia dengan burung itu, berlangsung dengan tulus dan bening. Sesuatu yang memikat hati Satrio, seorang ahli ekologi yang sedang melakukan penelitian di ekosistem karts (tanah berkapur) di hutan jati dekat rumah Sriyani. Awalnya Satrio hanya ingin membuat sebuah film tentang persahabatan Kesturi dan Kepodang Kuning. Akan tetapi, lama-lama dia bahkan terlibat lebih jauh secara emosional dengan Kesturi, Sriyani dan Kepodang-Kepodang itu.

Kedamaian itu terancam porak-poranda, saat sebuah proyek pembangunan waduk beserta sebuah destinasi wisata kelas dunia, direncanakan menggusur rumah Sriyani dan hutan tempat kepodang-kepodang itu. Proyek yang beraroma KKN, persengkongkolan eksekutif, legislative dan pengusaha local. Yang membuat Satrio pusing, ternyata salah satu pelaku dari proyek panas itu adalah kakaknya sendiri, Rajendra. Seorang dokter yang frustasi karena karirnya mandeg, dan akhirnya memilih terjun ke dunia bisnis.

Sayang novel ini sudah tidak tersedia edisi cetaknya. Namun Sobat bisa mengorder ebooknya ke GRAMEDIA.

Info detil tentang novel ini dibaca di sini: Kesturi Dan Kepodang Kuning

Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman



Jika Sobat pernah membaca novel saya yang  berjudul Katastrofa Cinta, yang sempat diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House, novel tersebut adalah cikal bakal dari novel Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman. Ketika hak terbit novel tersebut telah kembali ke saya selaku penulis, saya merevisi novel ini sehingga menjadi lebih enak dibaca. Alhamdulillah, novel ini mendapat penghargaan dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, yakni mendapatkan Anugerah Prasidatama. 

“Dia korban perkosaan,” bisikan lelaki berjas putih itu menyakitiku.
Korban perkosaan. Aku mengerang. Meradang. Seakan ingin memapas sosok-sosok beringas yang semalam itu menghempaskan aku kepada jurang kenistaan.

“Kasihan dia,” ujar lelaki itu lagi, samar-samar kutangkap, meski gumpalan salju itu menghalangi seluruh organ tubuhku untuk bekerja normal seperti sediakala.

“Kenapa?” tanya seorang wanita, juga berpakaian serbaputih.

“Rumahnya dibakar. Tokonya dijarah. Ayahnya stress, masuk rumah sakit jiwa. Dan ibunya bunuh diri, tak kuat menahan kesedihan.”

……………

Huru-hara 1998 tak sekadar telah menimbulkan perubahan besar di negeri ini. Sebongkah luka yang dalam pun menyeruak di hati para pelakunya. Mei Hwa, gadis keturunan Tiong Hoa adalah salah satunya. Dalam ketertatihan, Mei Hwa berusaha menemukan kembali kehidupannya. Beruntung, pada keterpurukannya, dia bertemu dengan Sekar Ayu, perempuan pelintas zaman yang juga telah terbanting-banting sekian lamanya akibat silih bergantinya penguasa, mulai dari Hindia Belanda, Jepang, hingga peristiwa G30S PKI. Sekar Ayu yang telah makan asam garam kehidupan, mencoba menyemaikan semangat pada hati Mei Hwa nan rapuh.


Tetralogi De Winst



Tetralogi De Winst terdiri dari 4 novel, yaitu De Winst, De Liefde, Da Conspiracao, dan De Hoop Eiland. Dibandingkan novel-novel saya yang lain, mungkin tetralogi De Winst ini yang paling terkenal dan paling banyak penjualannya, hehe. Novel De Winst misalnya, terbit sejak 2008, dan hingga sekarang masih terus dicetak ulang.


Akik dan Penghimpun Senja


Acintyacunyata
Sunyi, sepi ... gelap abadi
tak peduli, terus menapak gagah
Satu demi satu langkah menjangkah
Satu demi satu misteri terpecah

Bagi sang kelana,
Hidup adalah mendedah zirah
Nan melangit di lengkung semesta
….
Sekelompok peneliti muda menelisik lurung-lurung gulita gua yang masih menyimpan seribu rahasia dengan harapan seluas samudra. Namun, elan yang membara harus berbenturan dengan amarah sang penghimpun akik. Nyawa pun menjadi taruhan. Tak ada yang bisa menahan, bahkan juga cinta sejati sang pengumpul senja.

Debur ombak pantai selatan, pantai yang penuh kenangan, pun menjadi saksi atas laranya harapan yang berbentur dengan kenyataan. Tetapi, semua toh akhirnya melarut dalam jingganya senja. Buktinya, dia mampu mengumpulkan empat ribu delapan ratus dua puluh tiga senja dalam hidupnya.

Di novel ini, saya sangat menikmati sudut-sudut Pacitan yang sangat indah, baik gua-gua maupun pantai-pantainya. Novel ini berkisah tentang sekelompok peneliti muda yang nekad meneliti Gua Luweng Jaran, sebuah gua terpanjang di Indonesia yang belum dibuka untuk umum, hanya khusus para pecinta alam. Gua yang gelap dan sangat hening, namun ternyata sangat indah, fantastis, dan menyimpan berbagai misteri.

Detil dari novel ini bisa dibaca di sini: Akik dan Penghimpun Senja, Behind The Scene.

Cinta Suci Adinda

Cinta Suci Adinda bertutur tentang Adinda, perawat sederhana yang bekerja di sebuah Rumah Sakit Jiwa. Di RSJ tersebut juga terdapat seorang dokter spesialis kejiwaan yang tampan, terkenal dan sangat cerdas, yakni dr. Irhamuddin Prasetyo.

Adinda berasal dari keluarga miskin, pernah menjadi pembantu di keluarga Brata Kusuma yang kaya raya dan sangat terpandang. Karena kebaikan Brata Kusuma, Adinda pun disekolahkan hingga berhasil menjadi perawat. Ketika Brata Kusuma terpuruk dan didiagnosis skizofrenia (gila), Adinda berusaha keras mengobati sakit sang majikan, justru ketika keluarga besar Brata justru membiarkannya.

Sayang, usaha Adinda justru dianggap melanggar etika oleh keluarga Brata. Adinda pun diusir dari rumah tersebut. Brata sendiri dikurung dalam sebuah vila mewah di pegunungan.

Diam-diam, Adinda berusaha terus mengajak Brata berobat. Dia bahkan berani mengeluarkan biaya besar untuk membayar jasa dr. Irhamuddin.

Balada Cinta Isvara


Setelah melanglang buana ke berbagai negara, Isvara kembali ke tanah air dengan membawa idealisme melambung tinggi. Meski sang ayah adalah pemilik kerajaan bisnis Eureka Media, toh dia justru memilih mengembangkan karir di salah satu perusahaan milik ayahnya yang nyaris bangkrut. Sebuah percetakan di luar kota. Di pabrik tersebut, Isvara berhadapan dengan ribuan buruh yang digaji dengan upah rendah di bawah UMR, serta manajemen yang kejam dan sewenang-wenang.

Saat itulah, dia bertemu sosok beralis lebat bermata tajam: Ayyash Abdurrahman, ketua serikat buruh percetakan tersebut. Ayyash jelas mewakili para buruh yang terzalimi. Peluru demi peluru terlontar. Kebencian demi kebencian menguar. Tak disangka, dari balik konflik yang melelahkan, ternyata mengalun denting-denting asmara yang hinggap begitu saja.

Bukan tanpa dasar Ayyash melawan para buruh untuk melawan manajemen pabrik. Pasalnya, ada sosok yang sangat berkuasa dan seolah-olah bisa mengendalikan apa saja sesuai dengan keinginannya. Sosok itu adalah Hendrawan. Dia bukan pimpinan tertinggi, hanya manajer keuangan. Akan tetapi, semua orang di pabrik, bertekuk lutut di depan Hendrawan. Sementara, Hendrawan adalah sosok yang seolah-olah bukan manusia. Ada serangkaian masa lalu kelam yang membuat dia terbentuk menjadi sosok sangat cerdas, namun juga kejam tak berperikemanusiaan.

Kekecewaan Ayyash semakin menjadi-jadi, karena sosok yang dia harapkan bisa membantunya membenahi manajemen, Citra, ternyata juga tak berdaya. Setelah naik pangkat menjadi orang terdekat direktur, alias masuk jajaran manajemen, Citra malah seolah-olah satu barisan dengan musuh-musuh para buruh. Ayyash yang diam-diam pernah memendam perasaan suka kepada perempuan itu, dan berharap suatu saat akan meminangnya, merasa semakin kecewa dan sakit hati.

Dalam kondisi semacam itu, Isvara datang ke manajemen pabrik. Awalnya tidak sengaja. Isvara datang ketika terjadi demonstrasi buruh di pabrik milik ayahnya itu. Demonstrasi berdarah yang diberitakan oleh banyak media. Isvara penasaran dengan apa yang terjadi di Eureka Media. Dia mencium sebuah bau busuk yang membuatnya tertarik untuk membongkarnya.

Sebenarnya, bisa saja dia memilih berkarir di perusahaan ayahnya yang lain, yang lebih cocok dengan kemampuan intelektualnya sebagai lulusan sekolah manajemen terbaik dunia. Namun, naluri Isvara lebih tersedot untuk menyelidiki kebobrokan manajemen di Eureka Media yang sengaja ditutup-tutupi oleh manajemen perusahaan tersebut.

Ayyash bisa jadi adalah kunci untuk membuka misteri tersebut. Tetapi, justru Ayyash telah memposisikan diri sebagai sosok yang paling membencinya. Bahkan, Ayyash merencanakan sebuah usaha penculikan dan menjadikannya sandera.

Lalu, apa jadinya jika keduanya justru saling memendam rasa?

* * *

Itulah 10 judul novel yang bisa Sobat pertimbangkan untuk pembuatan tesis. Jika Sobat tertarik untuk diskusi lebih lanjut, silakan kontak email saya: yenimulatiafra@gmail.com.

Posting Komentar untuk "10 Novel Afifah Afra yang Cocok Untuk Skripsi dan Tesis"